Senin, 18 Mei 2015

Sesejuk Rasa Ini


Mendidik itu seperti memberi kesegaran atas dahaganya jiwa-jiwa yang hampa akan ilmu.

Kamis, 14 Mei 2015

AWAS, PELAJARAN PAI ADA ULAR TANGGA!



Mari kita renungkan sejenak, sebagai seorang guru, pernahkah kita merasakan jenuh karena aktivitas rutin mengajar yang itu itu saja? Pernahkan kita merasa jengkel dan marah karena anak didik sulit memahami pelajaran kita? Dan pernahkah terlintas dalam pikiran kita untuk berhenti mengajar lalu mencoba hal lain yang baru? Mungkin banyak dari kita yang akan menjawab "Ya". Kenapa? Karena menjadi guru memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian dan ketekunan. Harus ada pula kesabaran dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya guru bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik. Dan hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya.
Menjadi guru akan terasa istimewa manakala anak didik sangat mencintai kita. Dan untuk menjadi seseorang guru yang dirindukan murid-muridnya, kita harus mencoba metode pengajaran baru dan memikat. Sehingga anak didik kita akan menerima pelajaran yang diberikan dengan hati senang dan antusias. Hasilnya, materi yang kita ajarkan akan mudah diterima dan diserap.
Perkenalkan nama saya Dwi Puji Astuti, saya mengajar di SDIT Wahdatul Ummah di Kota Metro, Lampung. Saya mengajar mata pelajaran PAI dikelas 4 dan 5. Bulan ini, kebetulan materi yang saya ajarkan telah habis, dan kita tinggal mengulang-ulang materi yang sudah disampaikan itu. Soal-soal ulangan harian baik berupa pilihan ganda, isian, dan essay menjadi alternatif untuk mengukur kemampuan anak dalam memahami pelajaran, Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan. Soal-soal ujian semester tahun lalu juga sudah selesai kita bahas, untuk persiapan ujian semester bulan Juni nanti.
Mengerjakan soal-soal dan materi yang sama membuat anak-anak merasa bosan. Bukan hanya siswa yang bosan, saya sebagai guru juga kadang merasakan jenuh. Maka, setiap saya masuk kelas, anak-anak sering minta main game, atau nonton film, atau minta jalan-jalan. Rupanya mereka bosan dengan rutinitas belajar yang begitu-begitu saja. Hal ini membuat saya berpikir ekstra, metode belajar apa yang unik dan menarik yang mampu membuat anak-anak senang dan nyaman dalam belajar.

Ternyata oh ternyata, belajar sambil bermain adalah solusi yang tepat. Awalnya saya bingung bermain apa yang mengasyikan. Ketika saya melihat ada anak-anak yang bermain "ular tangga" di kelas, saya jadi tertarik untuk bermain itu. Namun saya masih bingung, tekhnik bermain ular tangga seperti apa yang cocok dengan pelajaran PAI. Akhirnya, setelah berpikir sejenak, saya tahu bagaimana membuat palajaran PAI saya terasa lebih mengasyikkan. Materi PAI yang sudah saya sampaikan, saya buatkan soal sebanyak 50 butir. Sketsa permainan saya gambarkan di papan tulis lengkap dengan gambar ular dan tangga. Kotak dadu-nya saya manfaatkan dari pelajaran matematika yang membuat kubus dari kertas karton. Lalu saya membagi siswa dikelas itu menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 anak. 

 Sebelum permainan ular tangga dimulai, saya bacakan ketentuan permainannya. Pertama, Anak-anak yang sudah terbagi dalam kelompok harus menunjuk ketua sebagai juru bicara. Selanjutnya, setiap kelompok akan diberikan pertanyaan PAI yang saya buat sesuai urutan permainan yang telah diacak sebelumnya. Kelompok yang bisa menjawab soal, baru boleh melempar dadu untuk bermain. Angka hasil lemparan dadu itu menunjukkan langkah permainan mereka menuju ke finis. Bagi yang mendapat angka 6, maka dia mendapat bonus boleh melempar dadu lagi. Namun jika 3 kali melempar dadu dan berturut-turut mendapat angka 6, dia harus memulai permainan dari awal. Jika langkah dadu berhenti tepat ditangga, maka dia naik sesuai panjang tangganya. Jika langkah dadu berhenti tepat diular, maka dia harus turun sesuai panjang ularnya. Dan jika ada 2 kelompok yang bertabrakan di nomor ular tangga yang sama maka ia juga harus memulai dari awal. Dan sungguh lihatlah, anak-anak begitu antusias belajar sambil bermain ular tangga ini. Hingga waktu istirahat datang, mereka masih meminta untuk meneruskan permainan. Pelajaran PAI yang biasa, kini jadi terasa luar biasa, berbeda, dan menyenangkan.
  
Bapak/ibu guru, sungguh metode pengajaran yang menyenangkan, dan ketulusan hati kita adalah unsur terpenting dalam proses pendidikan yang sukses. Ketulusan hati itulah yang akan memberikan kelap kelip cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang kita ajarkan. Lewat ketulusan kitalah, sumber cahaya itu akan menyinari setiap hati anak-anak didik kita. 

Jika kita ingin merasakan pengalaman batin dan mengajar yang berbeda cobalah untuk mengajar dengan tekhnik baru dan ketulusan. Rasakan kenikmatan hasilnya kala anak-anak didik kita memanggil kita dengan sebutan "guru". Dan biarkan mata penuh perhatian kita memenuhi ruang dan waktu. Ada sesuatu yang berbeda disana. Cobalah. Rasakan.
#Metro, 15 Mei 2015

Minggu, 03 Mei 2015

Cara Komunikasi yang Asyik dengan Anak



Pernahkah kita mengasuh seorang anak? Ya, mengasuh seorang anak pada dasarnya sangat menyenangkan dan membuat kita bahagia. Meski yang kita asuh bukan anak kita, adik kita, atau keponakan kita, mengasuh akan tetap menyenangkan. Karena sejatinya, seorang anak adalah Qurrota a'yun atau perhiasan bagi mata kita. Lalu kenapa ketika kita mengasuh seorang anak,  kita sering merasakan atau mengeluh pusing dan stres? Ternyata kita belum mampu mengasuh anak itu dengan baik. Atau kita belum mampu berkomunikasi dengan amazing (menakjubkan).
            Saya punya satu murid yang bagi saya sangat berbeda dengan murid saya yang lain. Murid saya itu tergolong anak yang aktif luar biasa. Dia termasuk anak tipe kinestetik. Ia selalu merasa bosan jika berlama-lama di tempat yang sama. Keinginannya adalah mencoba sesuatu yang lain dan baru. Makanya, ketika anak-anak yang lain sibuk belajar, ia akan menghilang dari kelas dan bermain ke kelas yang lain. 5 menit sebelum bel berganti pelajaran berbunyi, ia sudah lebih dahulu keluar kelas mendahului gurunya. Ketika yang lain sibuk makan dan sholat dhuha, ia justru sibuk dengan aktifitasnya sendiri. Dan ketika saya berusaha mengingatkannya, ia selalu bilang "nanti" atau "aku memang bodoh".
            Jujur, saya selalu pusing menanganinya. Mungkin kita juga suka mengeluh, seperti halnya keluhan ini.
"kenapa ya, anak ini maunya main melulu?"              
"kalau diingatkan selalu bilang nanti-nanti, kalau dipaksa malah marah!"
"sudah diingatkan berkali-kali, tetap saja tidak berubah"
"kalau kita coba berbicara dari hati, ia selalu bilang 'aku memang bodoh'!"
            Ingin rasanya saya menikmati peran menjadi orang tuanya. Membuatnya merasa nyaman kala bersamaku. Namun ternyata, untuk menjadi seseorang yang nyaman baginya sangatlah tidak mudah.
Telisik demi telisik, ternyata gaya komunikasi yang biasa disampaikan kepadanya ada yang kurang pas. Orang tua sering memakai gaya pengasuhan otoriter, artinya orang tua terlalu ketat dan disiplin memperlakukan anak harus patuh sepenuhnya. Akibatnya, alih-alih anak akan patuh dan menurut, anak jusru merasakan perlakuan itu mengekangnya. Anak akan merasakan terpenjara, setiap perbuatannya selalu salah, dan hanya orang tua yang berhak menentukan arah hidupnya. Maka timbullah sikap pesimis seorang anak, ia akan merasa minder, dan menganggap dirinya selalu salah dan bodoh. Sehingga, ia akan melakukan hal yang baru entah itu benar atau salah, tujuannya agar orang lain menghargai dan memuji perbuatannya.
Menghadapi tipe anak yang seperti ini, yang saya lakukan adalah mencoba membuatnya merasa asyik dan nyaman dengan saya terlebih dahulu. Berdasarkan pengetahuan yang saya peroleh dari bunda Rani Razak Noe'man, ada beberapa cara yang biasa saya lakukan, yaitu:
1.    Bersabar dan yakin bahwa seorang anak adalah perhiasan dari Allah Swt.
2.    Open door (membuka pintu) komunikasi. Cara ini bertujuan untuk menyibak hambatan psikologis yang dirasakan oleh si anak. Seorang anak akan merasa dihargai dan dimengerti perasaanya, ia juga akan merasa kita berada dipihaknya. Tanpa menyuruh ia bercerita, dengan sendirinya ia akan menumpahkan segala perasaan yang tak bisa ia tumpahkan pada orang tuanya.
3.    Memahami bahasa tubuh. Ternyata dalam berkomunikasi itu dipengaruhi oleh 7% verbal, 38% voice, dan 55% visual. Artinya, bahasa tubuh dan ekspresi wajah menjadi faktor yang berpengaruh pada kesuksesan komunikasi kita. Cara menyampaikan pesan sangatlah penting dibandingkan isi pesan yang ingin disampaikan.
Perhatikan kata-kata ini, "kalau diingatkan selalu bilang nanti-nanti, kalau dipaksa malah marah!".
Hal ini wajar terjadi, jika bahasa tubuh kita salah. Mungkin kita mengingatkan si anak dengan membentak atau mengancam, akibatnya si anak akan terus menunggu sampai ada instruksi keras lagi. Oleh karena itu, agar pesan yang kita inginkan bisa sampai ke anak, cobalah untuk menyediakan waktu, menyampaikan dengan tenang, melihat ekspresi dan suasana hati si anak, serta sampaikan pesan kita dengan disertai penjelasan yang logis. Jangan lupa juga tampilkan bahasa tubuh kita yang nyaman, seperti mendengarkan, menatap si anak dengan penuh perhatian, dan bersikap empatik terhadap perasaannya.
Oke, selamat mencoba J
               
#Metro, 3 Mei 2015