Senin, 24 November 2014

Ramadhan yang Berbeda




Ramadhan akan datang sebentar lagi. Kurang lebih 19 hari kita akan menyambutnya.  Kata umat islam, jika ramadhan datang kita harus menyambutnya dengan senang hati. Persiapan harus kita lakukan baik persiapan jasmani rohani, pengetahuan, maupun materi. Persiapan itu patut dilakukan jauh-jauh hari sebelum ramadhan itu benar-benar tiba.
Tapi mohon maaf, kali ini saya hanya akan menyambut ramadhan cukup dengan senyuman. Karena bagi saya, senyuman itu sudah cukup mewakili perasaan ini atas apa yang kami rasakan.
Ramadhan di sekolahku berbeda. Ia unik. Ia tak pernah mau bolos sekolah, meski sakit ia akan tetap memaksakan diri untuk berangkat. Bukan menurutnya belajar itu nomer satu, tidak sama sekali. Justru ia sering melewatkan waktu belajar hanya untuk bermain dan menggoda teman-temannya. Nilai-nilainya pun juga tak selalu baik, bahkan tak jarang ia mendapatkan nilai merah. Namun, Ia punya satu keyakinan unik bahwa sekolah itu: wajib. Diluar itu,  ia sudah mempunyai cita-cita. Menjadi montir, katanya.
Lagi-lagi ramadhan-ku ini berbeda. Ia sering membuat saya dan beberapa guru yang lain terkesima. Apa yang dilakukannya selalu diluar dugaan. Beberapa ulah yang dilakukannya membuat hati girang tak karuan, kadang pula membuat hati hilang kesabaran. Masih teringat jelas, saat itu ia datang ke kantor untuk membayar uang bulanan. Sambil melayani ramadhan, guru itu memberikan beberapa pertanyaan. Hingga terjadilah dialog singkat.
"Sekarang tanggal berapa, Ramadhan?"
"Tanggal 15, eh 16 deng bu."
"Oh ya, 1 minggu berapa hari?"
"7 Hari"
"1 bulan berapa hari?"
"25 Hari, bu"
"Yakin 25 hari?" [kita hanya tertawa tertahan sementara ramadhan tersenyum polos]
"Ramadhan kamu anak keberapa?"
"Pertama, bu"
 "Adekmu udah sekolah?"
"Udah, bu. TK"
"Berarti sekarang kelas 1" [goda guru itu lagi]
"Iya, bu" jawabnya masih dengan mimik muka polosnya.
[kita semakin terbahak]         
Kulitnya yang gelap, Gayanya yang urakan, bajunya yang sering dikeluarkan, benar-benar mengatakan ia memang berbeda. Sifatnya yang lumayan nakal membuat kita geleng-geleng kepala. Setiap diperintah guru jika bertentangan dengan naluri menolongnya, ia akan mengawali dengan kata "Yeekk!!" dan sekarang virus 'yeekk' ini telah menyebar ke seantero kelas. Bahkan ada beberapa guru yang ikut terjangkit virus ini. Virus ramadhan.
Dan yang lebih membuatnya berbeda adalah dibalik sosoknya yang sok nakal itu, ternyata ia punya hati yang lembut. Kenakalannya itu akan tunduk dengan petuah ibunya. Kadangkala ia akan meneteskan air mata jika sudah mendengar ibunya memberikan nasehat.
Namanya memang ramadhan, ramadhan saja. Ramadhan yang berbeda. Dan kita cukup menyambutnya dengan senyuman saja.

Rasa Yang Berbeda




Rute perjalanan mengajarku  kini berbeda. Ya, Hari ini aku telah resmi menjadi guru di sekolah dasar yang baru, di kota metro. SDIT Wahdatul Ummah, orang-orang menyebutnya. Banyak hal yang memaksa diriku pindah ke sekolah itu, namun yang terpenting niatan ini tidak keluar dari niatan suci, mengharap ridho Allah.
Kini tak lagi kujumpai deretan padi yang menguning, tanaman jagung manis yang buahnya mengelitik lidah berliur, atau jalanan terjal yang menyisakan perasaan was-was. Yang kujumpai kini deretan rumah-rumah mewah, dan toko-toko beraneka macam dipinggir jalan. Kantor-kantor yang berdiri kekar dan jalan-jalan yang lalu lalang ramai kendaraan.
Dengan rasa yang berbeda, pagi ini kumulai hariku dengan basmalah dan syukur. Alhamdulillah, kesan pertama begitu indah. Bertemu guru-guru luar biasa dengan misi yang sama, berkenalan dengan siswa-siswi yang semangat belajarnya membaja. Sungguh, tak ada rasa yang lebih indah dari hari ini.
4 tahun sejak kuliah, aku mulai memantapkan diri menekuni profesi ini. Sebuah tanggung jawab besar dan berat, satu persatu mulai kuangkat. Seperti kata seorang penyair, "Belajarlah, karena tidaklah seseorang itu dilahirkan dalam keadaan berilmu". Yah benar, di sekolah baru ini aku memang harus banyak belajar. Belajar bersinergi, belajar memikul amanah baru, dan belajar menjadi sosok panutan dari siswa-siswiku.
Konsekuensi amanah yang kupikul membuat tiga perempat waktuku habis di sekolah ini. Menjadi walikelas, menjadi guru mata pelajaran, menjadi Pembina eskul dan mentoring, semuanya sebagai tantangan tersendiri buatku. Bermacam-macam masalah sedikit demi sedikit membuatku bertambah dewasa. Setiap hari ada saja masalah yang kuhadapi, kadang ada wali murid yang protes karena pembelajaran, kadang ulah anak-anak yang keterlaluan, dan kadang respon anak-anak yang kurang saat belajar. Semua itu menjadi cerita sendiri yang mengasyikkan.
Tantangan menjadi seorang guru kuakui memang berat. Tantangan awal yang kuhadapi adalah menyelesaikan setiap problem yang terjadi pada anak-anak. Perkembangan teknologi dan pergaulan yang tak terbatas, menuntut perhatian lebih akan perkembangan mereka. Sebagai seorang guru, aku merasa bertanggung jawab untuk membimbingnya beranjak dewasa. Tantangan kedua adalah tantangan materi. Tak banyak guru yang mau istiqomah berjuang di bidang pendidikan ini. Dengan dalil rendahnya honor yang mereka terima, membuat mereka tega meninggalkan anak-anak yang butuh pendidikan.
Aku teringat sahabatku SMA, fanis namanya. Sejak lulus SMA, ia tak pernah bermimpi atau bercita-cita menjadi guru. Berada dalam rengkuhan orang tuanyalah yang telah menuntutnya mengambil jurusan pendidikan ini. Harapan orang tuanya, ia bisa menjadi PNS. Niat itulah yang selalu menghantuinya. Berbekal kertas ijazahnya, ia nekat mendaftar. Tanpa pernah terjun mengajar, ia hanya focus untuk mendaftar PNS. Naasnya universitas tempatnya kuliyah belum diakui ijazah pendidikannya, sehingga ia tidak bisa ikut mendaftar CPNS. Karena kecewa, akhirnya ia merantau ke bandung mencari pekerjaan lain.

Jumat, 21 November 2014

Momo bisa menangis kawan



CERITA ANAK

Momo adalah seekor sapi yang badannya gemuk. Adiknya bernama mimi. Bertahun-tahun ayah memelihara momo dan mimi. Setiap pulang sekolah aku membantu ayah memcarikan rumput untuk makan momo dan mimi. Beberapa bulan yang lalu musim kemarau, aku dan ayah kesulitan mencari rumput karena rumput disana-sini kering dan mati. Selang beberapa bulan berikutnya  mulai berganti musim hujan, rumput yang ada di sawah maupun di kebun mulai tumbuh subur dan lebat. Aku dan ayah semakin giat mencari rumput agar momo dan mimi cepat besar dan gemuk. Kress… kress… kress..!! begitulah bunyi suaranya saat makan rumput. Momo dan mimi selalu berebut makanan, kadang satu keranjang penuh bisa habis hanya dalam waktu beberapa jam. Kadang pula beberapa helai rumput berjatuhan dari mulutnya karena terlalu banyak rumput yang dikunyah. Aku sangat senang melihatnya. Lucu sekali.
            Suatu hari aku mendengar ayah berbincang-bincang dengan ibu. Ayah kebingungan mencari uang untuk biaya sekolahku. Satu-satunya jalan untuk mencukupi kekurangan itu ayah harus menjual sapi. Itu artinya momo atau mimi akan pergi dan tidak lagi tinggal dirumahku. Akhirnya ayah memutuskan untuk menjual mimi. Aku sedih sekali.
            Ketika aku pulang mengaji, di rumahku ada tamu. Kata ibuku tamu itu yang akan mengambil mimi. Aku bergegas berlari mencari mimi. Kupandangi mimi untuk terakhir kalinya. Kuucapkan selamat tinggal meski sebenarnya aku tak tega melihat mimi dibawa pergi. Mimi pun dinaikkan diatas mobil, Mimi mengepakkan kakinya pertanda tidak mau, namun mimi harus tetap dibawa meski dengan dipaksa.
            Setelah mimi pergi, momo kebingungan. Momo menderum dan menyeruduk kesana kemari. Aku dan ayah tidak tega melihatnya. Ayah memberinya setumpuk rumput, namun momo masih saja tidak mau diam. Momo terus menyeruduk dan menderum. Bahkan ditengah malam-pun masih begitu.
            Beberapa hari ditinggal mimi pergi, momo tidak semangat lagi makan. Dia juga tidak henti-hentinya menderum memanggil mimi. Dimatanya kulihat ada setetes air yang jatuh kewajahnya. Ayah bilang momo menangis. Maafkan aku dan ayah momo, maafkan karena telah membawa mimi pergi, ucapku sepenuh hati. Kawan, ternyata hewan juga memiliki rasa kasih sayang. Seharusnya begitu juga manusia.

Jumat, 14 November 2014

LEARNING METAMORFOSIS



[HEBAT GURUNYA DAHSYAT MURIDNYA]
Karya: H.D. Iriyanto

©    Kreatifitas dan imajinasi adalah kunci bagi cerahnya dunia pendidikan kita masa depan.
©    Mengajar dengan baik dapat diibaratkan orang yang sedang menyalakan api, dimana semakin lama api tersebut menjadi semakin besar. Mengajar dengan baik akan membuat para siswa merasa senang untuk belajar dan membiarkan mereka terus berkembang, terus menyalakan api semangat belajarnya…(Kathy Paterson)
©    Menghadapi murid yang kesulitan belajar atau gagal memahami materi yang diajarkan, bukan dengan 'menggebrak'nya. Apakah itu dengan kata-kata, tatapan mata, raut wajah, atau sikap dan perilaku yang melukai hati dan meruntuhkan kepercayaan diri.
©    Anak laki-laki memiliki minat yang besar pada kemenangan, gerakan, pengejaran benda, permainan eksploratif dan kasar sesama anak laki-laki, sedangkan anak perempuan cenderung memiliki minat yang besar pada aktifitas bermain dan bersenang-senang.
©    Model pembelajaran konvensional yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya, adalah model pembelajaran 'otak kiri' akibatnya guru dan murid cenderung stress, kesehatan mental dan fisiknya pun buruk. Kini saatnya memberikan 'nutrisi' pada otak kanan. Music, estetika, dan seni perlu dimasukkan kedalam pengalaman belajar dan mengajar. Untuk menimbulkan emosi positif yang mampu meningkatkan kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.
©    Otak manusia memiliki kemampuan belajar menurut lima versi:
ü  Versi emosional (pembelajaran menarik dan memotivasi)
ü  Versi social (menciptakan keakraban)
ü  Versi kognitif (pengembangan rasio dan logika)
ü  Versi fisik (pembelajaran energik dan dinamis)
ü  Versi reflektif (imajinatif pencari bakat)
©    Ilustrasi kelereng dengan 8 lubang:
ü  Bola sebagai murid
ü  8 lubang sebagai kecerdasan majemuk (Multiple intellegensi) yang dimiliki murid.
ü  Besar lubang tidak sama sebagai tingkat kecerdasan yang berbeda.
ü  Kelereng yang dilempar sebagai pemberian materi yang tidak mempertimbangkan modalitas belajar.
ü  Penggunaan pipa paralon sebagai proses pembelajaran yang mempertimbangkan modalitas belajar.
ü  Posisi pipa sejajar identik dengan pembelajaran auditorial, pipa yang diangkat sedikit identik dengan pembelajaran visual, dan pipa yang diangkat lebih tinggi identik dengan pembelajaran kinestetik.

"Dan yang paling aku nikmati adalah ketika mereka tersenyum dan membisikkan sebuah kalimat ditelingaku,'Guru.. ternyata aku bisa'.