Selasa, 01 Maret 2016

JADI HAFIDZAH ITU KEREN


Oleh Dwi Puji Astuti

Namanya Aisyah, siswi yang cantik ini sekarang duduk di kelas 5 SD, di salah satu sekolah swasta di kota metro. Anaknya baik hati, pemberani, riang, dan mudah bergaul. Selain itu, dia punya hobi menghafal Al-Qur'an, cita-citanya pun menjadi hafidzah, makanya kemana pun ia pergi kecuali ke kamar mandi, ia selalu membawa kumpulan juz amma untuk dihafalkan. Sekarang dia sudah hafal 2 juz Al-Qur'an yaitu juz 29 dan juz 30, Alhamdulillah kini ia mulai menghafal juz 28.
Namun hari ini rasanya ada yang berbeda, wajahnya tampak murung tak bersemangat. Aisyah tidak tersenyum riang seperti biasanya. Ada apakah dengan Aisyah??
Oh, ternyata hari ini Aisyah bĂȘte banget. Mala sahabat baiknya dari tadi menanyakan terus apa cita-citanya. Ketika sudah dijawab sekali, eh Mala malah terus-terusan bertanya. Lama-kelamaan Aisyah jadi jengkel, apalagi menurut Aisyah cara bertanya mala agak keterlaluan. Senyumnya dibuat-buat, badannya dibusungkan, tatapan wajahnya seolah-olah merendahkan cita-cita Aisyah, yang katanya cita-cita Aisyah ketinggalan jaman, kuno lah, kampungan lah. Huh, akhirnya seharian ini Aisyah uring-uringan.

Pulang sekolah, Aisyah masih jengkel. Ia menyandarkan sepeda merahnya asal-asalan. Brruukkk…. begitu bunyi sepedanya jatuh dilantai. Umminya yang siang itu sedang sibuk di dapur tergopoh-gopoh lari menuju garasi. Begitu sampai di garasi, dilihatnya sepeda Aisyah ngelosor di lantai.
"Masyaallah… Aisyah!" seru Ummi. Aisyah tidak menyahut.
"Ini sepeda ketiup badai apa angin topan? Kok bisa ambruk enggak karuan begini?" ummi geleng-geleng kepala.
"Ah.. enggak taulah ummi!" sahut Aisyah ogah-ogahan dari dalam kamarnya.
Ummi tersenyum. Emmm, pasti Aisyah lagi ada masalah di sekolah, pikir ummi. Disandarkan sepeda Aisyah dengan baik, setelah yakin sepeda itu tidak jatuh ummi langsung berjalan menuju kamar Aisyah. Begitu sampai di kamar, dilihatnya Aisyah sedang tiduran di kasur dengan posisi belum berganti seragam, wajahnya benar-benar ditekuk. Ummi mendekati Aisyah dengan hati-hati. Dielusnya rambut Aisyah dengan penuh kasih sayang.
"Aisyah sudah makan?" Tanya ummi membuka percakapan. Aisyah mengangguk.
"Aisyah capek?" Tanya ummi lagi. Aisyah menggeleng. Ummi menghela nafas.
" Ada apa, sayang?" Tanya ummi pada aisyah. Aisyah masih saja diam.
" Cerita dong sama ummi, siapa tau ummi bisa bantu.."
Aisyah menggeserkan badannya. Dia mencari posisi duduk yang nyaman. Ditatap wajah umminya, ummi tersenyum meyakinkan.
"Emmm… mi, emang punya cita-cita jadi hafidzah itu ketinggalan jaman ya?" Tanya Aisyah. Ummi semakin tersenyum. Mulai bisa ditebak nih kemana arah pembicaraan, yang membuat perasaan Aisyah jengkel dan uring-uringan.
"Kok ummi malah tersenyum?" Tanya Aisyah bingung.
"Ummi tersenyum karena lucu melihat anak ummi yang cantik ini wajahnya cemberut. Jadi mirip bebek yang punya mulut mancung ke depan. Hehe.." kata ummi mencairkan suasana hati Aisyah.
"Ah ummi ini…. Serius dong mi!" kata Aisyah mulai tersenyum merajuk.
"Nah gitu dong, kalo senyum kan anak ummi makin cantik… oke, sekarang ummi siap dengerin curhatan tuan putri.." kata ummi dengan bergaya siap, posisi tangan diatas kening seolah-olah sedang hormat pada tuan putri. Aisyah justru tertawa.
"Lho, kok malah tertawa?"                                         
"Ya abis ummi godain Aisyah sih…"
"Oke.. hehe, ya sudah sekarang tuan putri silahkan mulai ceritanya…"
"Ya gini lho mi, kan tadi di sekolah ada pelajaran SBK, bu dwi tu cerita kalo kita harus punya mimpi, harus punya cita-cita. Kata bu Dwi punya cita-cita itu sudah separuh kesuksesan. Tinggal setengahnya lagi usaha dan do'a untuk mencapai cita-cita itu. Nah tadi bu guru cerita kalau kita punya mimpi apapun itu, kita disuruh untuk menuliskannya diselembar kertas, agar kita tidak lupa dengan mimpi-mimpi itu, dan nanti supaya kita tahu bahwa satu persatu mimpi-mimpi kita akan terwujud. Tanpa sadar, ternyata mimpi-mimpi yang pernah kita tuliskan itu, suatu hari nanti tinggal coretan-coretan karena satu persatu Allah sudah wujudkan.."
Aisyah berhenti sejenak. Ditatap kembali wajah umminya yang saat itu tersenyum memancarkan aura kekaguman. Melihat ekspresi umminya yang penasaran, Aisyah jadi bersemangat untuk meneruskan kembali ceritanya.
"Nah tadi bu Dwi meminta kita semua untuk menyebutkan satu persatu cita-cita kita. Waktu teman-teman menyebutkan, ternyata Mala ingin jadi dokter, Rere ingin jadi sheef, Dion ingin jadi pilot, Andika ingin jadi polisi, Aji ingin jadi TNI AU, pokoknya banyak lagi deh…" Aisyah berhenti cerita.
"Nah terus??" Ummi penasaran. Aisyah menghela nafas, lalu melanjutkan ceritanya kembali.
"Nah, Aisyah kan bilang kalau Aisyah pengen jadi hafidzah, eh Mala malah tertawa. Tertawanya kayak ngejek gitu deh ummi. Masak kata mala jadi hafidzah itu kuno, ketinggalan jaman. Kan Aisyah jadi bĂȘte, mi…"
"Terus bu guru bilang apa?"
"Bu guru bilang kalau cita-cita pengen jadi dokter, polisi, tentara, dan lain lain itu bagus… dan cita-cita ingin jadi hafidz/hafidzah itu lebih bagus lagi. Apalagi kalau kita bisa jadi dokter yang hafidz/hafidzah, jadi polisi yang hafidz/hafidzah, jadi tentara yang hafidz/ hafidzah.. wah, kata bu guru itu cita-cita hebat banget mi..."
"Nah itu Aisyah tahu, terus kenapa Aisyah mesti jengkel?"
"Ya Aisyah jengkel sama Mala mi, kok bisa-bisanya dia bilang jadi hafidzah itu kuno.. padahal kan seperti kata bu guru tadi, jadi hafidzah itu hebat. Pahalanya juga buuanyaak kan mi? Hafidz qur'an itu menjadi keluarga Allah di dunia, derajat kita tinggi di syurga, Al-Qur'an nanti menjadi penolong bagi penghafalnya, penghafalnya akan memakai mahkota kehormatan, dan hati penghafal Al-Qur'an tidak disiksa... wah luar biasa kan mi…" tanpa sadar ternyata Aisyah sudah mampu menguraikan keutamaan menjadi hafidz/hafidzah. Mampu mengambil kesimpulan sendiri tanpa umminya harus menggurui.
Ummi tersenyum.
"Aisyah anak ummi yang sholehah.. tu anak ummi tahu. Kalo semua cita-cita itu bagus, jempol.. apalagi kalo cita-cita kita bisa diimbangi dengan menjadi hafidz/hafidzah, wah bahagianya nih, hemmm… dunia akhirat… jadi pesen ummi, Aisyah enggak perlu lagi jengkel dengan perkataan teman Aisyah yang mengatakan kalau hafidz Qur'an itu kuno, ketinggalan jaman, karena aisyah sudah tahu apa keistimewaan cita-cita itu.. nah sekarang tinggal Aisyah yang meyakinkan teman Aisyah, terutama Mala, kalau jadi hafidzah itu keren banget, kerennya itu enggak Cuma di dunia tapi juga di akhirat. Enggak bakal rugi deh, bahkan yang ada justru kita semakin beruntung.." kata ummi lebih menyakinkan dan menguatkan Aisyah.
Aisyah mangut-mangut, di wajahnya terpancar perasaan puas. Dalam hati ia berjanji, ia tidak akan jengkel dengan mala lagi. Karena ia tahu, cita-citanya menjadi hafidz/hafidzah itu cita-cita yang keren banget.
"Makasih ya ummi…" kata Aisyah seraya memeluk umminya erat.

*****