Senin, 03 November 2014

Untukmu Para Pemimpin



Assalamualaikum Wr.Wb                            
Kepada para Pemimpin Negeri ini
Di 'Tanah Surga' Indonesia

Sungguh suatu nikmat dan kesempatan yang besar bisa terlahir di bumi yang bergelar 'Zamrud Katulistiwa' bernama Indonesia ini. Kebahagiaan terlahir di bumi Indonesia adalah kebahagiaan hati yang tak bisa dinilai dengan mata uang. Sunguh, dimana kaki menginjak bumi Indonesia, disana akan tumbuh bibit cinta yang tersimpan dalam dada.
Bapak Pemimpin negeri ini,
Saya adalah warga Indonesia yang tinggal di Lampung. Jujur, Saya sangat bangga bisa terlahir menjadi warga Indonesia. Karena bagi saya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keunikan tersendiri. Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, dengan jumlah penduduk sangat besar yang beragam suku bangsa, letak geografis dan geostategisnya mendukung iklim dan cuaca yang seimbang. Wajar jika para dayang wayang kulit menggambarkan kemakmuran negeri ini dengan kalimat yang sangat indah "gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo" yang boleh diartikan secara sederhana; suatu negeri yang memiliki tingkat kemakmuran yang tiada taranya. Seperti dalam lagu saja, Dimana-mana yang ada bukanlah lautan melainkan kolam susu. Sungguh, saya sangat bangga.
Namun, jika melihat kondisi negeri ini sekarang. Betapa miris hati saya. 69 tahun sudah Indonesia merdeka. Tapi ternyata Indonesia belum mampu dikatakan sebagai Negara yang makmur. Malah kini wajah Indonesia mulai berubah. Korupsi menjadi bagian dari kehidupan para pemimpin bangsa. Korban kemanusiaan bernama nilai-nilai lokal terpasung atas nama modernitas. Nilai-nilai agama mulai luntur karena tergantikan oleh nilai globalisasi-sekuler. Kemiskinan seolah masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini melambungnya harga kebutuhan pokok dan BBM justru diimbangi dengan merosotnya nilai mata uang rupiah. Dan kenyataannya sekarang, justru pergulatan politik praktis, manipulasi elite dan rekayasa pencitraan menjadi tontonan biasa yang dikonsumsi setiap hari oleh ratusan juta rakyat Indonesia. Sungguh ironis.
Pemilu pertama tahun 1999, menjadi pemilihan umum (pemilu) "perintis" yang subtansial sebagai jalan awal demokrasi. Penyelenggaraan pemilu ini, menjadi sederetan agenda yang sangat penting dalam menentukan arah demokrasi yang dicita-citakan.  Dengan adanya pemilu itu, semua berharap dapat membangun kembali pemerintah yang berwibawa dan bersih, masyarakat sipil yang kuat, dan pada gilirannya nanti akan bangkit sebagai bangsa yang adil dan sejahtera. Maka kami percaya, para pemimpin yang sudah kami pilih selayaknya bisa membawa perubahan bangsa ini kearah yang lebih baik.
Pemimpin negeri ini yang terhormat,
Seperti yang sudah kita ketahui, sesungguhnya bangsa ini dibangun dan didirikan diatas ide besar, dengan tekat dan semangat yang tinggi, serta sikap terpuji dan pengorbanan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, mari sekarang kita bangun kembali. Rakyat negeri ini sedang menanti kontribusi terbaik bagi kejayaan bangsa, menunggu keikhlasan kaki kita membawanya kearah yang lebih baik. Sejarah masih mencatat, gedung merdeka jalan asia-afrika masih menjadi saksi bahwa dimasa lalu kita pernah menjadi 'lidah dan macan' tunggal yang memproklamirkan kemerdekaan sekaligus kebangkitan bagi bangsa-bangsa terjajah. Saat ini adalah kesempatan terbaik untuk membahas sebagaimana mestinya dan mengepakkan sayap perubahan, karena kita semua adalah anugerah bagi negeri ini untuk masa depannya yang gemilang, sekaligus  untuk peran strategisnya di pentas peradapan dunia sebagai juru bicara terbaik asia dan dunia islam. Dambaan terbaik bagi negeri ini adalah Indonesia menjadi negeri yang disebutkan dalam Al-Qur'an: Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (QS. Saba':15).
Para pemimpin yang baik,
Akhirnya, gagasan ini hanyalah sebuah upaya untuk kembali menyadarkan kita atas mimpi-mimpi negeri ini yang masih tertunda. Walau sederhana, setidaknya dari situlah kita bisa mengawali menyimbak kabut kebangkitan Indonesia. Mohon maaf jika ada salah kata dan terimakasih atas perhatiannya.
                                                                                                Salam Hormat,
                                                                                                Dwi Puji Astuti,
Warga Lampung, Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar