"JOMBLOOOOOO……." Teriak seseorang
tepat di gendang telingaku. Sontak aku loncat dari ranjang tidur dan….
"gubrak!" mendarat di karpet dengan keras. Aku meringis kesakitan.
Aduh… busyet dah siapa nih pagi-pagi udah ngajak berantem. Uuuhhhh, sebeeell!!
Ku kucek-kucek mataku yang masih sipit,
ee..ee.. ada kaki jerapah berdiri tepat di depan mataku. "Hwahahahaha!!"….
Et, suara sapa tuh, terdengar cempreng macam sapi diinjak kodok, eh kebalik ya?
Hehe, macam kodok diinjak sapi. Wah, kayaknya kenal nih dengan suara ini.
Kudongakkan kepalaku keatas, coba menatap bayangan di depanku.
"Abaaaang….." teriakku begitu
tahu bayangan siapa itu. Kakak-ku menongolkan kepalanya dari balik bantal.
"Ha..ha..ha…" semakin puas saja dia
tertawa melihatku kesakitan. Ngeselin kan? Lebih ngeselin lagi dia enggak mau
bantu berdiri, justru tertawa diatas penderitaan orang. Huh! Setelah nggak kuat
menahan pipis, barulah berangsur-angsur tawanya reda. Ia berjalan mendekatiku
yang saat itu nggelosor di lantai.
"Sorry dek bro, hahaha…" enak
sekali dia minta maaf sambil nyengir gitu. Ah, tak kuterima kata maafnya.
Diacak-acak rambutnya yang berjambul itu,
dipasang juga tampang sok imut dan lugunya, dia coba memelas. "Maapin
Abang gantengmu ini yak? Pliiss!" Huh, dikira aku akan luluh, enggak
mempan lah yaw! Lagian bukannya baik-baikin aku, eh masih sempet-sempetnya
memuji diri sendiri. Hap, kubalas dengan tampang jutekku.
"Adikku yang cuantiiikkkk…. Pliiisss, maapin
abangmu ini. Abang ngaku salah dan tolong diterima maafnya. Kalau dikau tak jua
maapin abang, plisss.. tolong ijinkan abangmu ini membaca pantun yang akan
menghiburmu….." kata kakakku tetap dengan tampangnya yang sok lugu itu.
Satu..dua..tiga… Et dah, suara cempreng itu makin menjadi-jadi.
Burung kutilang burung cendrawasih
Induk burung terbang ke selatan
Bertahun-tahun tanpa kabar dan kasih
Macam bang toyib yang tak pulang-pulang
Hupsss, kutahan tawaku yang hampir
keceplosan. Hihihi.. dasar abang gokil, batinku geli. Aku tetap berpura-pura
jaim. Tapi dia tetap dengan pedenya melanjutkan. Jas.. jis.. jus…
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal Sembilan
……… tiba-tiba……….
(Kakakku terbengong macam kesurupan jin
ifrit)…..
"Kenapa bang?" tanyaku kemudian.
"Huhuhu… jadi sedih ayamnya
mati!" katanya dengan wajah ditekuk.
Hwahahaha…. Giliranku yang terbahak-bahak
melihat ekspresi sedihnya itu. Belum puas tertawa, mami berteriak nyaring.
"Poooooo…. Oneeeeeee…" et dah,
kenceng juga mami kalo lagi teriak. Apalagi kalo lagi marah, wah wah suaranya
yang merdu jadi kayak TOA. Sengaja nih mami kalo lagi marah pasti manggil
anak-anaknya rada ngawur. Puji nama yang keren, eh di panggil pooo, wawan juga
nama yang keren eh di panggil juga oneee. Waduh, mami siapa ini? Pura-pura tak
mengakui.
"Ya maaammm…" teriakku dan kakak
berbarengan. Kita lari terbirit-birit menuju sumber suara mami. Begitu sampai
di depan mami, mami justru memberikan gagang telpon rumah. "Nih ada telpon
dari papi…."
"Hallo.. ya pap, ada apa?" Tanya
kakakku.
"Anterin adekmu ke tempat privat. Papi
lagi ada acara di luar, kalo enggak dianterin nanti adekmu malah mampir
kemana-mana.." kata papi diseberang telpon.
"Siap pap, beresss!" kata kakakku
sambil cengengesan. Huh, dia merasa menang. Ada-ada sih papi ini, umur sudah
sweet seventeen juga masih antar jemput. Huh, enggak percaya banget nih sama
anaknya. Padahal aku juga enggak main kemana-mana. Paling kalo lagi bête cuma
main game berjam-jam. Nongkrong. Atau
makan-makan. Dongkol!
Klik. Gagang telepon itu ditutup.
"Hehe.. siap-siap sana adekku sayang.. Tenang hari ini abangmu yang akan
ngganterin. Hehehe…senyum dong. Smileee..!" katanya sambil menjewer pipi
kanan kirinya, bikin aku tambah keki. Kakakku seneng nganterin privat karena
dia bisa ketemu sama kak Yaya, cewek taksirannya. Tapi sayang, dari dulu dia
enggak pernah pacaran karena enggak berani mengungkapkan perasaan. Takut
ditolak katanya. Haha. Jomblo forever bahasa gaulnya. Sama kayak…. aku!
Ehem. Ets, tapi aku jomblo bukan karena enggak laku-laku ya, Cuma enggak pengen
pacaran aja (ngeles, padahal takut sama papi, syuutt.. rahasia kita!).
"Hemmm.." aku hanya bergumam lalu
ngeloyor pergi.
*****
"Yuk
naik…" kata kakakku begitu motor sudah di starter. Wajahnya yang sok manis
itu masih saja cengengesan.
"Hati-hati, nak!" teriak mami
dari dapur. "Ya mam..! " kusahut dengan cepat. Aku langsung nangkring
diatas jok motor. Tanpa banyak ba.. bi.. bu.. motor langsung melaju di jalanan
beraspal.
Dalam perjalanan ke tempat privat, kita
diam beribu bahasa. Entah apa yang ada dalam benak kita masing-masing. Yang
pasti kita lebih tertarik untuk diam.
Siang itu begitu panas, mentari yang
bersinar mungkin sedang bahagia. Dia menampakkan sinarnya dengan leluasa.
Hasilnya, peluh disekujur tubuhku mengalir deras. Angin sepoi-sepoi yang
bertiup tak juga memberikan efek kesejukan. Rasanya masih saja gerah. Ah,
mungkinkah ini pengaruh perasaanku saja. Aku berpikir dalam.
***
Teringat beberapa waktu yang lalu, saat aku
masih memakai seragam putih abu-abu. Aku tergolong cewek supel disekolahku,
ehem.. bukan kepedean tapi ini hasil survey temen-temenku lho! Hehe.. Mereka bilang
aku cewek tomboy, supel, unik, temannya cowok semua, enggak mau pacaran, dan…
ini itu, itu itu apalah pokoknya. Tapi bagiku, ya aku anaknya begini saja. Tak
ada yang aneh pada diriku. Aku bergaul dan berteman biasa saja. Makan juga
biasa. Nongkrong dan main game juga biasa. Cuma aku memang enggak pernah
pacaran. Mungkin ini yang dianggap aneh oleh teman-temanku. Coba kalo begini
siapa yang aneh?
Bicara soal pacar, memang sih aku belum
pernah pacaran. Bukan karena enggak laku-laku ya, tapi memang karena enggak ada
yang mau naksir aku. Ehh.. keceplosan. Hemm, ini masalah panggilan dari hati.
Walaupun bisa dibilang aku punya banyak temen cowok, tak ada satu pun yang jadi
pacarku. Kenapa? Pasti itu pertanyaanmu. Karena aku punya satu prinsip teman:
Tidak akan pacaran sebelum menikah! Eh.. bingung yak? maksudnya begini lho, aku
mau fokus belajar dulu, selain takut sama papiku juga (nyari alasan J).
Pernah
dulu aku sempet suka sama salah satu cowok disekolahku. Dia adalah kakak
tingkatku di SMA. Dia kelas sebelas dan aku kelas sepuluh. Sebut saja namanya
Brams, keren kan namanya? Namanya memang keren, sekeren wajahnya. Dia cakep, bertubuh
tinggi dan atletis, orangnya juga murah senyum. Dibanding diriku sebelas dua
belas lah. Aku juga cantik, putih, tinggi semampai, murah senyum, saking
murahnya jadi banyak tertawa (ini kata mami, pokoknya aku paling cantik
sedunia). Dia bintang kelas jurusan matematika dan aku juga bintang ke-jo-ra-nya
matematika. Alias kejedot ra bisa bisa. Hehe.. ampun deh kalo pelajaran
matematika.
Saking sukanya sama cowok bernama Brams ini, setiap hari aku selalu
nyuri pandang. Setiap pagi nongkrong di samping gerbang nungguin si doi lewat.
Belum abdol kalo pagi itu belum liat dia. Nyari-nyari fotonya sampai
dibela-belain modal banyak: titip kamera sama Ryan untuk fotoin Brams, eh dianya
minta bagian. Kalo pas valentine mondar-mandir bingung nyari coklat, mau
dikasih ke Brams enggak berani eh akhirnya dimakan sendiri. Huh!
Sampai suatu hari yang indah seperti pelangi. Aku dan brams bertemu
tak sengaja di Rumah Karya (enggak sengaja nungguin dia, maksudnya..hihi). Tempat yang mirip perpustakaan ini rasanya seperti rumah salju
begitu kulihat dia. Cie.. grogi euy, akhirnya pura-pura ku ambil
beberapa buah buku dan kubawa ke meja terdekat. Tak sengaja Brams juga melihat
ke arahku. Aku jadi deg-degan. Dari jauh aku kembali memandangnya. Lha dalah, dia juga melihat
kearahku. Wuih, rasanya hati ini ingin meloncat keluar.
“Emm....lagi nyari buku apa?” eh, tanya Brams tiba-tiba didekatku. Lho..lho.. mimpi apa nih semalem disamperin cowok
ganteng.
“Enggg..,lagi nyari…Contoh puisi
buat tugas sastra !” aku mendehem gugup.
Lho? jurusan matematika ada pelajaran seni juga toh? Batinku geli.
“o................” Kami diam. Kami sama-sama salah tingkah.
***
Sejak hari itu, aku pikir akan semakin dekat dengan Brams. Tinggal
mencari moment yang tepat lalu happy ending, dan
semuanya berakhir bahagia. Seperti cerita-cerita dalam film drama (hah,
ngaco!). Tapi pagi ini Dina, Reza, Irwan, Agus, Didik, Ryan dan beberapa temen
cowok yang tak cukup kusebut satu-satu mendekatiku. Wah..wah, kenapa nih mereka
datang barengan gitu, kayak mau demo aja. Wah, mimik muka mereka serius lagi. Sinar mata mereka berkilat-kilat kayak pedang samurai
(hihi.. belum pernah liat sih!).
Wah..wah..ada apa ni? hatiku
makin bertanya-tanya.
“Pooo.....elo udah jadian ya sama
Brams anak matematika?”
Tembak Reza dengan nada ketus.
“Eits....apa-apaan sih pagi-pagi ngajak bercanda kayak gini yah? Wah..wah..nggak
lucu...!” kataku
sambil cengengesan.
“Kita enggak bercanda. Kita serius ...!” kata
Dina
dengan mukanya yang juga ketus.
“Elo beneran udah jadian?”
kini giliran Didik yang memastikan.
“Enggak, pliis deh. kalian nih
apa-apaan sih!”
“Elo
nggak jujur poo, kita kemaren
liat elo
bareng Brams di Rumah Karya. Kalian pacaran kan?” tanya
Dina tajam.
Waduh, mati gue!!
“Emmm Gue cuma naksir Riyan, kita Cuma temenan. Buktinya dia nggak nembak gue dan kita
juga nggak pacaran..” kataku
membela diri.
“Yah syukurlah..” Kata mereka
berbarengan. Bentar bentar maksudnya apa nih mengintrogasi kayak gini?
"Kita enggak papa ya, kalo elo punya pacar dan mengakhiri masa
jomblo elo sekarang. Kita jujur seneng banget. Tap kita enggak rela kalo elo
pacaran sama playboy itu."
WHAAAATTT.........!!
................... Hening.
Dunia seakan berhenti berputar, waktu
seakan tak lagi berdetak, dan
langit tiba-tiba mendung.
“Apa... playboy. BRAMS PLAYBOY??” tanyaku
tak percaya.
Hancur deh semuanya. Aku
menarik nafas resah. Kenapa jatuh cinta sakitnya begini? apa salahku?
Apa aku tak pantas jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta sama Brams salah? Kenapa aku
begitu rapuh karena cinta? Kau
tahu kawan sakitnya dimana? (sakitnya tuh disini… #nunjuk perut. LAPER!)
***
Zheeepp.. kakakku mengusap wajahku lalu memencet hidung. Aku
tergagap.
"Heyyy.. udah sampai nih, nglamun aja. haha!" katanya
terkekeh.
Kawan, tangisan pertama tentang
cinta itu menyedihkan. Pertama
kalinya patah hati itu sangat menyakitkan. Itulah cinta. Tidak melulu penuh kebahagiaan. Naif sekali jika berfikir cinta itu penuh dengan warna-warni bunga-bunga.
Ahh, cinta memang tak seperti mimpi dan dongeng indah.
Kalo sekarang hidupmu belum siap untuk menikah, cobalah untuk
menghindari pacaran. Meski hanya untuk mainan, coba-cobaan, atau iseng-isengan,
karena sayang sekali energi cintamu terkorbankan. Bukan untuk menggurui,
mending kita simpan energi cinta kita untuk orang yang benar-benar mencintai
kita nanti, saat waktunya tepat, yakinlah bahwa Allah akan mengirim pangeran
untuk kita dengan cara yang lebih indah. Laki-laki yang baik untuk wanita
yang baik, dan laki-laki yang buruk untuk wanita yang buruk.
Menjadi jomblo itu bahagia. Ada 2 kebahagiaan yang kita rasakan.
Bahagia pertama itu di dunia. Kita tidak terikat oleh sesuatu yang belum pasti,
jadi kita bisa enjoy dengan apapun yang kita mau. Bahagia kedua, itu di
akhirat. Kenapa? Karena tak akan dicambuk malaikat karena zina pacaran, et
maksudnya pacaran itu seperti zina. Yaitu zina mata, zina kaki, zina mulut, dan
zina seluruh anggota tubuh. Ihh, ngeri. Nauzubillah !
Aku beringsut turun.
"BYEE.." kataku sambil berlari.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar