Jumat, 31 Oktober 2014

MESKIPUN SEDERHANA



MESKIPUN SEDERHANA

Untuk Bundaku,
Yang tak pernah lelah menabur cinta

            Segala puji bagi Allah yang memberikan kesempatan kepada nanda untuk mengungkapkan perasaan yang telah lama terpendam. Allah-lah yang menggerakkan hati nanda untuk mengambil pena dan selembar kertas putih. Nanda bersyukur dan berharap, semoga setelah ini perasaan yang nanda rasakan bisa bunda ekspresikan lewat ridho dan sentuhan kasih sayang.
Bunda, Setiap mega terbit nanda selalu teringat akan kasih sayang bunda. Kasih yang tak pernah henti. Tulus dan suci, seperti rasul taatnya pada illahi. Ini pertama kalinya nanda beranikan diri menulis surat cinta padamu bunda, meski nanda tahu goresan pena ini tak secuil pun mewakili baktiku padamu.
Bunda, 21 tahun yang lalu Allah mengizinkan nanda hadir kedunia ini. Tak bisa kupungkiri, hadirnya nanda kedunia ini melalui perantara bunda. Setiap waktu, setiap saat, semuanya bunda korbankan untuk nanda. Saat nanda masih di dalam kandungan, bundalah yang menjagaku. Saat nanda terlahir, bundalah yang merawatku. Saat nanda mulai berjalan, bundalah yang menuntunku. Bahkan saat nanda bahagia dan berduka, bundalah yang menguatkanku. Terima kasih bunda atas segala yang telah bunda berikan untuk nanda.
Bunda, seperti yang selalu kau ajarkan padaku. Allah itu maha kuasa. Allah yang telah memberikan kebahagiaan untuk berkumpul dan memiliki keluarga. Bermula dari keluarga, energi cinta untuk bahagia itu ada. Ketika senyum merekah, saat do’a mengiringi langkah, kala ridho menghampiri, itulah kebahagiaan yang tak terbeli oleh materi.
Bunda, Tanpa kusadari, betapa besar peranmu dalam mengiringi langkahku. Betapa nasehatmu adalah inspirasi untuk kebaikanku. Cubitanmu adalah kasih sayang untukku. Ridhomu adalah ridho illahi untukku. Kata-kata lembutmu adalah gas untuk ku bergegas, meraih mimpi dan kebahagiaan tanpa batas. Nanda sadar, Indahnya kenangan di beranda rumah kita, akan selalu menjadi nostalgia merenda masa depan penuh harapan.
            Tapi maaf bunda, nanda pernah kecewa. Sikap bunda yang penuh kasih sayang tak pernah terungkap lewat sentuhan. Tak pernah bunda memelukku saat ku menangis pilu, tak pernah bunda menciumku saat ku merindu, tak pernah bunda mengusap rambutku untuk sekedar mengucapkan 'Aku Mencintaimu'. Bunda, aku ingin seperti yang lainnya. Aku ingin merasakan ekspresi kasih sayang bunda lewat sentuhan tangan dan kata cinta bunda. Aku ingin, ingin sekali bunda.
            Tak bisa kupahami mengapa bunda tak bisa mengekspresikannya. Apakah bunda malu karena tangan bunda yang kasar, atau bunda malu karena badan bunda yang bau, atau bunda malu karena penglihatan bunda yang mulai rabun? Bunda, dengan tegas ingin kukatakan: jangan malu! Karena aku tahu, tangan bunda menjadi kasar karena merawatku. badan bunda menjadi bau karena menggendongku, dan penglihatan bunda menjadi rabun karena menangisiku.
            Bunda, kini nanda sudah dewasa. Nanda sadar, mungkin ekspresi cinta bunda bukan dari sentuhan. Tapi biarlah, kini saatnya nanda membalas cinta bunda. Jika memang nanda tak bisa membalasnya, maka nanda hanya bisa mengungkap lewat bait kata dan doa.
“Bunda, Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan kata yang tak sempat diucap kayu kepada api yang menjadikannya abu
Bunda, Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikannya awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..”
Meski sederhana, nanda tahu, Tiada budi yang bisa membalas cinta seorang ibu, apalagi mengimbanginya, sebab cinta seorang ibu mengalir dari darah dan ruh. Bunda, yang kubisa hanya berharap dan berdoa, semoga birulwalidain nanda ini sebagai ekspresi keimanan, bukti kecintaan, wujud ketaatan, investasi masa depan, untuk perencanaan reuni abadi di syurga penuh kebahagiaan bersamamu, Bundaku tercinta.

Salam cinta tiada tara, Anakmu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar