MESKIPUN SEDERHANA
Untuk Bundaku,
Yang tak pernah lelah menabur cinta
Segala puji bagi
Allah yang memberikan kesempatan kepada nanda untuk mengungkapkan perasaan yang
telah lama terpendam. Allah-lah yang menggerakkan hati nanda untuk mengambil
pena dan selembar kertas putih. Nanda bersyukur dan berharap, semoga setelah
ini perasaan yang nanda rasakan bisa bunda ekspresikan lewat ridho dan sentuhan
kasih sayang.
Bunda, Setiap mega terbit nanda
selalu teringat akan kasih sayang bunda. Kasih yang tak pernah henti. Tulus dan
suci, seperti rasul taatnya pada illahi. Ini pertama kalinya nanda beranikan
diri menulis surat cinta padamu bunda, meski nanda tahu goresan pena ini tak
secuil pun mewakili baktiku padamu.
Bunda, 21 tahun yang lalu Allah
mengizinkan nanda hadir kedunia ini. Tak bisa kupungkiri, hadirnya nanda
kedunia ini melalui perantara bunda. Setiap waktu, setiap saat, semuanya bunda
korbankan untuk nanda. Saat nanda masih di dalam kandungan, bundalah yang
menjagaku. Saat nanda terlahir, bundalah yang merawatku. Saat nanda mulai berjalan,
bundalah yang menuntunku. Bahkan saat nanda bahagia dan berduka, bundalah yang
menguatkanku. Terima kasih bunda atas segala yang telah bunda berikan untuk
nanda.
Bunda, seperti yang selalu kau
ajarkan padaku. Allah itu maha kuasa. Allah yang telah memberikan kebahagiaan
untuk berkumpul dan memiliki keluarga. Bermula dari keluarga, energi cinta
untuk bahagia itu ada. Ketika senyum merekah, saat do’a mengiringi langkah,
kala ridho menghampiri, itulah kebahagiaan yang tak terbeli oleh materi.
Bunda, Tanpa kusadari, betapa besar
peranmu dalam mengiringi langkahku. Betapa nasehatmu adalah inspirasi untuk
kebaikanku. Cubitanmu adalah kasih sayang untukku. Ridhomu adalah ridho illahi
untukku. Kata-kata lembutmu adalah gas untuk ku bergegas, meraih mimpi dan kebahagiaan
tanpa batas. Nanda sadar, Indahnya kenangan di beranda rumah kita, akan selalu menjadi
nostalgia merenda masa depan penuh harapan.
Tapi maaf bunda,
nanda pernah kecewa. Sikap bunda yang penuh kasih sayang tak pernah terungkap
lewat sentuhan. Tak pernah bunda memelukku saat ku menangis pilu, tak pernah
bunda menciumku saat ku merindu, tak pernah bunda mengusap rambutku untuk
sekedar mengucapkan 'Aku Mencintaimu'. Bunda, aku ingin seperti yang lainnya.
Aku ingin merasakan ekspresi kasih sayang bunda lewat sentuhan tangan dan kata
cinta bunda. Aku ingin, ingin sekali bunda.
Tak bisa kupahami
mengapa bunda tak bisa mengekspresikannya. Apakah bunda malu karena tangan
bunda yang kasar, atau bunda malu karena badan bunda yang bau, atau bunda malu
karena penglihatan bunda yang mulai rabun? Bunda, dengan tegas ingin kukatakan:
jangan malu! Karena aku tahu, tangan bunda menjadi kasar karena merawatku. badan
bunda menjadi bau karena menggendongku, dan penglihatan bunda menjadi rabun
karena menangisiku.
Bunda, kini nanda sudah
dewasa. Nanda sadar, mungkin ekspresi cinta bunda bukan dari sentuhan. Tapi
biarlah, kini saatnya nanda membalas cinta bunda. Jika memang nanda tak bisa
membalasnya, maka nanda hanya bisa mengungkap lewat bait kata dan doa.
“Bunda, Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan kata
yang tak sempat diucap kayu kepada api yang menjadikannya abu
Bunda, Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikannya awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada..”
Meski sederhana, nanda tahu, Tiada
budi yang bisa membalas cinta seorang ibu, apalagi mengimbanginya, sebab cinta
seorang ibu mengalir dari darah dan ruh. Bunda, yang kubisa hanya berharap dan
berdoa, semoga birulwalidain nanda ini sebagai ekspresi keimanan, bukti
kecintaan, wujud ketaatan, investasi masa depan, untuk perencanaan reuni abadi
di syurga penuh kebahagiaan bersamamu, Bundaku tercinta.
Salam cinta
tiada tara, Anakmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar